MELOPEDIA.ID – Polemik revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) semakin memanas seiring dengan kekhawatiran berbagai pihak terhadap potensi kembalinya praktik dwifungsi ABRI. Revisi ini dinilai bisa membuka peluang bagi militer untuk kembali menduduki jabatan-jabatan sipil strategis, serta memperluas peran mereka dalam ranah non-militer, termasuk ruang siber. Implikasi dari kebijakan ini tidak hanya berdampak pada sektor politik dan demokrasi, tetapi juga dapat menimbulkan efek domino terhadap industri kreatif, termasuk media musik.

Dikutip dari suarajogja.id, Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Nanik Prasetyoningsih menyatakan perluasan jabatan sipil TNI bisa berpotensi untuk menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga terkait di bidang tersebut. Ketidaksesuaian adanya dwifungsi militer tersebut bisa mengancam supremasi sipil dari masyarakat.

“Substansi dari RUU TNI yang memberikan perluasan jabatan sipil untuk anggota militer aktif menjadikan TNI dapat melakukan intervensi dalam bidang yang kurang sesuai dengan fungsi dari TNI,” papar Nanik di Yogyakarta.

Perluasan kewenangan TNI ke sektor-sektor non-militer, termasuk pengawasan di dunia siber, bisa berdampak pada meningkatnya sensor terhadap konten digital, termasuk lagu-lagu yang berisi kritik sosial atau politik. 

RUU ini juga membuka potensi sensor terhadap media musik yang menyajikan berita atau kritik terhadap kebijakan pemerintah. Dalam praktiknya, media yang menyoroti isu-isu politik atau sosial dalam dunia musik dapat menghadapi tekanan dari pihak militer, terutama jika dianggap menentang kebijakan negara. Hal ini menjadi bentuk kemunduran bagi demokrasi, yang seharusnya menjamin kebebasan pers dan berekspresi.

Artikel dari suara.com juga menyatakan kritik terhadap keterlibatan militer dalam sektor sipil juga muncul akibat proses legislasi yang dinilai tidak transparan. Pembahasan RUU ini dilakukan secara tertutup tanpa melibatkan partisipasi publik, sehingga menimbulkan kecurigaan akan kurangnya akuntabilitas dalam penyusunannya.

Bukan hanya itu, jika Indonesia kembali menerapkan dwifungsi TNI, media musik bisa menghadapi berbagai tantangan. Penyelenggaraan konser dan festival musik bisa menjadi lebih sulit akibat perizinan yang lebih ketat, terutama jika acara tersebut dianggap memiliki potensi menimbulkan keresahan sosial. Negara ini bisa menjadi kurang menarik bagi konser internasional, seperti yang terjadi di Tiongkok, pemerintah menerapkan regulasi ketat terhadap konten hiburan, termasuk musik dan konser. Artis yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai negara dapat dilarang tampil. Hal ini membatasi kebebasan berekspresi dan mengurangi minat artis internasional untuk mengadakan konser di sana. Jika hal Ini terjadi bukan hanya merugikan penggemar musik, tetapi juga bisa menghambat pertumbuhan industri hiburan secara keseluruhan. (Salma)

Referensi:

https://timesindonesia.co.id/peristiwa-daerah/531923/pb-hmi-kritik-ruu-tni-ancaman-bagi-demokrasi-dan-kebebasan-sipil

https://jogja.suara.com/read/2025/03/19/104729/ruu-tni-intervensi-ranah-sipil-pakar-hukum-umy-ingatkan-ancaman-kemunduran-demokrasi

https://www.idntimes.com/news/indonesia/dini-suciatiningrum/ruu-tni-bisa-kembalikan-militer-ke-politik-dan-bisnis-ancam-demokrasi

https://www.suara.com/video/2025/03/16/133000/rapat-tertutup-ruu-tni-diprotes-aktivis-mengaku-diancam-demokrasi-dan-ham

https://m.kumparan.com/kumparanhits/apa-sih-